SI PITUNG JAGOAN BETAWI
Bagi
masyarakat Betawi, Pitung adalah pahlawan. Ia hidup di abad 19, warga
Rawabelong, dengan ayahnya, Piun, asal Cirebon dan ibunya, Pinah, dari Betawi.
Si Pitung
menjadi terkenal bukan hanya karena keberaniannya melawan Belanda, tapi juga
kepeduliannya terhadap nasib rakyat yang tertindas oleh kekuasaan Belanda dan
tuan tanah.
“Saat itu, kehidupan sosial masyarakat sangat tidak manusiawi. Para tuan tanah tak segan-segan meminta pajak yang tinggi kepada para petani. Bila para petani tidak bisa segera membayar pajak sesuai dengan jatuhnya tempo, maka para begundal tuan tanah itu akan memaksa para petani tersebut dengan cara-cara kasar. Nah dalam situasi seperti itu, munculah Si Pitung,” kata Alwi Shahab, penulis novel Pitung, Robin Hood Betawi.
“Saat itu, kehidupan sosial masyarakat sangat tidak manusiawi. Para tuan tanah tak segan-segan meminta pajak yang tinggi kepada para petani. Bila para petani tidak bisa segera membayar pajak sesuai dengan jatuhnya tempo, maka para begundal tuan tanah itu akan memaksa para petani tersebut dengan cara-cara kasar. Nah dalam situasi seperti itu, munculah Si Pitung,” kata Alwi Shahab, penulis novel Pitung, Robin Hood Betawi.
Dalam
perjalanannya, Si Pitung tidak hanya melindungi rakyat dari para begundal
(pendekar bayaran) para tuan tanah, tapi juga merampok harta kekayaan mereka,
kemudian membagikannya kepada rakyat kecil. Terhadap sepak terjang Si Pitung
ini, tidak hanya tuan tanah yang tidak tenang, tapi juga Belanda. “Jakarta
tidak aman. Akhirnya Belanda menurunkan Schout van Hinne, kepala kepolisian
untuk menangkap Si Pitung,” lanjutnya.
SEBAGAI seorang buron, Pitung tidak memiliki tempat menetap yang pasti. Konon, ia pernah tinggal di Kota Depok, tepatnya di salah satu gedung milik bangsawan asal Belanda, Cornelis Chastelein. Warga Depok lebih sering menyebut gedung tersebut sebagai rumah tua Pondok Cina, karena letaknya yang berada di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji.
SEBAGAI seorang buron, Pitung tidak memiliki tempat menetap yang pasti. Konon, ia pernah tinggal di Kota Depok, tepatnya di salah satu gedung milik bangsawan asal Belanda, Cornelis Chastelein. Warga Depok lebih sering menyebut gedung tersebut sebagai rumah tua Pondok Cina, karena letaknya yang berada di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji.
Sayangnya,
bangunan tua yang berada di Jalan Margonda Raya tersebut sudah tidak ada.
Gedung yang menjadi saksi sejarah Kota Depok tersebut sudah terkepung oleh
sebuah mal supermegah bernama Margonda City. Memang, projek pembangunan
Margonda City tidak sampai menggusur gedung tersebut. Meski begitu, fungsi
bangunan sudah berubah menjadi sebuah kafe.
Cerita
lainnya, Pitung juga pernah tinggal di Kampung Marunda, baik di Masjid Al Alam
atau di rumah joglo kampung Marundo Pulo.
Banyak versi
tentang hubungan Pitung dengan masjid Al Alam. Ada yang mengatakan bahwa Masjid
Al Alam merupakan tempat bermain Pitung, belajar agama, belajar pukulan sampai
sembunyi dari opas dan kompeni. Tapi ada juga yang mengatakan bila Pitung hanya
singgah sebentar di Masjid Al Alam untuk mendirikan sholat. Dua pendapat ini
menjadi tidak kuat karena tidak ada bukti fisik yang bisa menjelaskan
keberadaan Pitung di Masjid tersebut, kecuali pemahaman masyarakat sekitar
bahwa Pitung pernah berada di Masjid itu.
Selain Masjid Al Alam, pitung juga pernah menjejakkan kakinya di kampung Marunda Pulo, tepatnya di rumah berbentuk joglo yang terletak sekira 250 m di sebelah selatan masjid Al Alam. Seperti halnya dengan Masjid Al Alam, beragam pendapat menjelaskan hubungan Pitung dengan rumah joglo ini. Ada yang mengatakan bahwa rumah itu milik Pitung, tapi juga ada pendapat yang menjelaskan bahwa rumah itu milik orang kaya yang pernah disatroni Pitung dan para pengikutnya. “Pihak museum mengklaim itu milik si Pitung. Padahal sesungguhnya itu milik orang kaya Marunda dan pernah digarong sama Pitung,” kata M Sambo bin Ishak, wakil ketua Pengurus Masjid Al Alam.
Selain Masjid Al Alam, pitung juga pernah menjejakkan kakinya di kampung Marunda Pulo, tepatnya di rumah berbentuk joglo yang terletak sekira 250 m di sebelah selatan masjid Al Alam. Seperti halnya dengan Masjid Al Alam, beragam pendapat menjelaskan hubungan Pitung dengan rumah joglo ini. Ada yang mengatakan bahwa rumah itu milik Pitung, tapi juga ada pendapat yang menjelaskan bahwa rumah itu milik orang kaya yang pernah disatroni Pitung dan para pengikutnya. “Pihak museum mengklaim itu milik si Pitung. Padahal sesungguhnya itu milik orang kaya Marunda dan pernah digarong sama Pitung,” kata M Sambo bin Ishak, wakil ketua Pengurus Masjid Al Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar